
Suryatin Setiawan, Penasehat Yayasan Unpar dan Anggota Yayasan SMA Loyola
Nadiem Makarim menjadi mendikbud baru. Apa yang akan dilakukan Nadiem? Dia menghadapi dua sisi yang mandek yaitu birokrasi di kementriannya dan Institusi Pendidikan yang juga sudah sangat baku pakemnya .
Kemandekan birokrasi yang kronis perlu segera reorientasi. Biasanya pemimpin berupaya menemukan anggotanya yang punya motivasi dan kemampuan berubah dan mengandalkan perubahan cepat dimulai dari tim ini dan secara bergelombang ditularkan ke seluruh organisasi. Depdikbud perlu berubah dari pencengkeram dan penghambat kemajuan institusi pendidikan menjadi fasilitator dan pelayan sekolah dan universitas agar mereka bisa berubah maju pesat mengejar ketinggalan dan bahkan masuk ke era digital maju. Banyak sekali kepmen yang perlu dihapus atau diubah terutama yang mengatur terlalu dalam dan operasional dan membatasi pengembangan manajemen dan governance di sekolah dan universitas, menghilangkan banyak proses seremonial, misalnya dalam akreditasi dan menghilangkan beban administrasi laporan dan data yang memakan banyak waktu dan energi sekolah tetapi tidak banyak manfaatnya.
Depdikbud perlu mereformasi diri dengan merubah orientasi pekerjaan dari adminstratif dan regulator yang eksesif menjadi pembangkit motivasi maju, fasilitator dan pembantu pemenuhan kebutuhan sekolah. Dari juragan jadi pelayan. Birokrasi Depdikbud meninggalkan pekerjaan admin yang di era ini bisa dilakukan lebih manusiawi, cepat, transparan dan akurat melalui RPA (Robotic Process Automation) dan naik tingkat menangani pekerjaan analisis, perencanaan, antisipasi dan akurasi bantuan untuk kemajuan sekolah. Data science dan machile learning sudah perlu dibangun dalam kurun 5 tahun kedepan di Depdikbud.
Selama ini dogma yang sangat kental dan berbahaya bagi Indonesia ke depan adalah bahwa manajemen dan governance itu bukan ranah dunia pendidikan karena itu berarti membisniskan lembaga pendidikan yang selalu diagungkan sebagai kegiatan ilmu pengetahuan dan pengabdian. Yang sulit dimengerti adalah mengapa manajemen dan governance di-dikotomi-kan dengan pendidikan? Padahal tanpa manajemen dan governance yang kuat tidak ada organisasi apapun yang bisa membuat dampak luas , yang ada adalah ketertinggalan seperti dialami secara umum oleh institusi pendidikan kita sampai kini.
Tentu saja Nadiem tidak bisa menafikkan bahwa mutu dan kesiapan lembaga didik di Indonesia bervariasi dari yang sangat tertinggal , sudah lepas dari masalah dasar dan sudah mulai masuk ke tahap maju. Setiap sekolah itu, negeri maupun swasta perlu fasilitasi dan dukungan spesifik masing2. Akurasi dan kastemisasi semacam ini tidak mungkin dilakukan dengan moda birokrasi pendidikan seperti selama ini. Sekolah swasta juga punya peran penting dan dalam hal fasilitasi, bantuan dan dukungan maju, tidak semestinya diperlakukan berbeda dengan sekolah negeri.
Orang Indonesia yang berdaya saing
Sudah banyak diulas dan diprediksi bahwa relevansi pendidikan formal, di seluruh dunia, terhadap gaya hidup dan format kehidupan di era digital maju semakin hilang. Format pendidikan digital maju itu sudah marak dimunculkan modelnya lewat MOOC (Massive Online Open Courses) yang membuka jalan lebar bagi siapa saja di muka bumi ini menuntut ilmu apapun, berakreditasi formal maupun tidak , bergelar atau nir-gelar. Model MOOC adalah model yang tidak ada dalam format pendidikan lama hasil revolusi industri mesin uap yang menyama-ratakan setiap murid dan bahkan mematikan pilihan bagi manusia sejak usia dini.
Model MOOC sangat rasional bagi generasi Alpha dan seterusnya nanti. Sebelum memutuskan mengambil kelas tertentu , calon siswa bisa melihat apa materi ajar, siapa pengajar, reputasi kelas dan pengajar dari review murid sebelumnya, apa yang akan didapat dan banyak insights lain dan barulah siswa memutuskan masuk atau tidak. Masuk sekolah/universitas atau kelas di Indonesia hari ini kita tidak bisa melihat menilai dalamnya secara rinci sebelum masuk.
Belum lagi model Khan Academy yang memberikan kemungkinan anak belajar sesuai dengan kemampuan dan kecepatan pemahaman masing2 . Tidak ada cap murid bodoh karena lambat mengerti. Murid dikelas diperlakukan unik sesuai talenta yang diberikan Tuhan kepada dirinya. Itulah esensi pedagogi yang sejatinya yang hanya bisa terwujud di era digital ini. Sebelumnya lebih sebagai ilmu pengetahuan. Di model ini guru bahkan bisa mengamati dari data nyata tentang peri laku murid selama proses belajar.
Kemampuan dan daya saing orang Indonesia yang dididik di dalam negeri yang menjadi tujuan pendidikan formal. Di lapangan kerja sejak 2020 ke depan talen yang dibutuhkan adalah yang punya karakter sosial yang tepat, ilmu dasar , logika, akal sehat-nya tajam, etos kerja yang kuat, analitis, kreatif, mampu koordinasi dan manajemen. Nadiem dengan pengalaman di Solve decacorn itu tentu paham ini.
Untuk menghasilkan manusia Indonesia seperti itu, pendidkan model kelas satu-arah dan murid dijejal hafalan harus segera hilang. Murid harus dibantu punya kebiasaan dan kemampuan belajar sendiri, haus dan mencari ilmu mandiri dan berdiskusi dengan teman dan guru. Kelas harus lebih merupakan diskusi kelompok dengan guru sebagai fasilitator. Setiap saat murid menyerap, menganalisis, berpendapat langsung dan berdiskusi dikelas. Guru , dosen dan profesor ibaratnya back to basic menjadi guru play group di kelasnya. Kelas dengan hanya mendengar guru dan mencatat tak boleh dilestarikan.
Orang Indonesia rata2 dikenal dengan orang yang kurang analitis, tidak bisa mengemukakan pendapat atau ide, diam adalah emas, artikulasi lemah apalagi dalam bahasa Inggris. Itulah yang dititipkan Jokowi ke Nadiem untuk diubah segera.
Jikalau Depdikbud bisa bertransformasi menjadi fasilitator , motivator dan pembantu maka beban beralih ke sekolah dan universitas untuk berubah secara cepat , mengadopsi manajemen dan governace maju ,merubah model kelas, memberi ruang gerak inisiatif lebih besar bagi anak didik untuk menjadi manusia sosial yang cerdik cerdas dan bisa bekerja harmoni dalam tim , menguasai ilmu dan pengetahuan mutakhir dan banyak ber eksperimen , beride, dan riset dalam seluruh perjalanan pendidikan formalnya sambil bergairah mencari
ilmu sendiri sampai ke sekolah terkemuka di dunia melalui MOOC agar segera bisa berdiri tegak masuk dalam jajaran tenaga kerja dan professional yang bersaing global.